SEJARAH KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Alloh
s.w.t. karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan Makalah
Sejarah Berdirinya Muhammadiyah. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Al islam dan Kemuhammadiyahan yaitu Bapak Darman Eldin
,SHI.MH dan pihak-pihak lain yang telah mendukung dalam kelancaran pembuatan
makalah ini. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Al islam dan Kemuhammadiyahan. Di dalam penulisan
ini, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan serta kekeliruan. Untuk
itu, saya mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyusun
laporan ataupun tugas lain di masa yang akan datang.
Akhirnya saya mengharapkan semoga
makalah ini dapat bermanfaat, tidak hanya bagi saya, tetapi juga untuk
rekan-rekan. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.
Maumere,
2015
Penulis,
DAFTAR
ISI
Hal.
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR
ISI..................................................................................................................... ii
BAB
I. PEDAHULUAN .................................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang ................................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah ............................................................................................ 1
C.
Tujuan
.............................................................................................................. 1
BAB
II. PEMBAHASAN ................................................................................................ 2
A.
Sejarah
Kepemimpinan Muhammadiyah Dari Masa Kemasa .......................... 2
B.
Lambang
Muhammadiyah ............................................................................... 10
BAB
II. PENUTUP .......................................................................................................... 12
A.
Kesimpulan
............................................................................................................. 12
B.
Saran
....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai
orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses
dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan
kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan
masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar
agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai
sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Al Quran, diantaranya dalam QS. Ali Imran ayat
104 yang berbunyi:
“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.”
Ayat
tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya
umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa
sajakah Tokoh Kepemimpinan Muhammadiyah?
2. Apa
maksud dan tujuan dari Muhammadiyah?
C.
Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar para pembaca dapat mengetahui Tokoh-tokkoh
Kepemimpinan Muhammadiyah dan apa saja tujuan Muhammadiyah itu dibentuk.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH DARI MASA KE MASA
Dalam mengkisahkan perjalanan
Muhammadiyah dari masa ke masa, maka akan lebih jelas mengikuti alur
periodesasi kepemimpinan Muhammadiyah, tentu saja akan tampak adanya dinamika
yang berbeda, menurut latar situasi dalam waktu yang berbeda-beda. Namun, ada
yang penting dan perlu diperhatikan ialah, selama 89 tahun Alhamdulillah
Muhammadiyah TIDAK PERNAH PECAH, tetap utuh konsiten pada bidang garap dan
gerakannya. Catatan singkat perjalanan Muhammadiyah dari masa ke masa
dikisahkan sebagai berikut :
PERIODISASI
KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH
·
KH
Ahmad Dahlan (1912-1922)
·
KH
Ibrahim (1923-1934)
·
KH
Hisyam (1935 – 1936)
·
KH
Mas Mansur (1937 – 1941)
·
Ki
Bagus Hadikusuma (1942 – 1953)
·
Buya
AR Sutan Mansur(1956)
·
H.M.
Yunus Anis (1959)
·
KH.
Ahmad Badawi (1962 – 1965)
·
KH.
Faqih Usman (1968)
·
KH.
AR Fachruddin (1971 – 1985)
·
KHA.
Azhar Basyir, M.A. (1990)
·
Prof.
Dr. H. M. Amien Rais (1995)
·
Prof.
Dr. H.A. Syafii Ma'arif (1998 – 2005)
·
Prof.
Dr. HM Din Syamsuddin (2005 – 2010)
1. Periode Kepemimpinan Kha Dahlan
(1912 – 1923)
Periode ini merupakan masa
perintisan pembentukan organisasi dan jiwa serta amal usaha. Selain itu masa
pengenalan ide-ide pembaharuan dalam metode gerakan amaliah Islamiyah. Ahmad
dahlan mengenalkan Muhammadiyah melalui beberapa cara, antara lain silaturahmi,
mujadalah (diskusi), Tausiyah-ma’idhoh hasanah, dan memberikan keteladanan
dalam praktek pengamalan ajaran Islam. Pada periode ini dibentuk perangkat awal
seperti : Majelis Tabligh, Majelis Sekolahan 9pengajaran), Majelis Taman
Pustaka, Majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), ‘Aisyiyah, Kepanduan
Hizbul Wathon (HW), menerbitkan majalah “SWORO MOEHAMMADIJAH”. Selain itu
mempelopori berdirinya rumah sakit umat Islam, Rumah Miskin, dan Panti Asuhan
Yatim/Piatu, serta menganjurkan dan mempelopori hidup sederhana, terutama dalam
menyelenggarakan Walimatul’Urusy (pesta perkawinan)..
2.
Periode
Kepemimpinan Kh Ibrahim (1923 –1932)
Pada periode ini Muhammadiyah mulai
berkembang meluas sampai kedaerah-daerah luar Jawa. Perangkat yang dibentuk
antara lain : Majelis Tarjih, Nasyi’atul’Aisyiyah dan kemudian Pemuda
Muhammadiyah. Adapun Aktivitas yang menonjol antara lain : Pada tahun 1924
mengadakan “Fonds Dachlan”, untuk membeayai sekolah anak-anak miskin.
Mengadakan khitanan massal pertama kali (1925). Pada konggres di Surabaya tahun
1926 diputuskan Pemakaian Tahun Islam dalam catat-mencatat termasuk surat
menyurat dan Sholat Hari Raya di tanah lapang. Pada tahun 927 pada konggres di
Pekalongan muncul persoalan politik dengan keputusan pokok “Muhammadiyah TIDAK
bergerak dalam bidang POLITIK, namun memperbaiki budi pekerti yang luhur
(Akhlaqul Karimah) bagi orang yang akan berpolitik (tidak melarang anggotanya
berpolitik). Pada tahun 1928 mulai mengirim putera & puteri lulusan sekolah
Muhammadiyah (dari Mu’allimien, Muallimat, Tabigschool, Normalschool) di benum
ke pelosok tanah air, sebagai “anak panah” Muhammadiyah. Pada Konggres di Solo
tahun 1929, Muhammadiyah mendirikan Uitgeefster My (badan usaha penerbitan
buku-buku sekolah Muhammadiyah yang dikelola oleh Majelis Taman Pustaka). Di
konggres ini pula terjadi “Penurunan Gambar KHA Dahlan” (dan dilarang untuk
sementara waktu dipasang, karena ada gejala kultus). Pada Konggres di
Minangkabau tahun 1930 muncul eselon CONSUL HOFD BESTUUR MUHAMMADIJAH (sekarang
PWM). Pada konggres di Makasar 1932 antara lain diputuskan penerbitan Koran
Muhammadiyah (Dagblad Adil) dilaksanakan oleh cabang Solo.
3.
Periode
Kepemimpinan Kh Hisyam (1932 – 1936)
Periode ini kegiatan pendidikan
mendapatkan porsi yang mantap, selain itu pula diadakan penerbitan administrasi
organisasi. Pada konggres tahun 1934 lebih dimantapkan pengembangan lembaga
pendidikan tingkat menengah dan mengubah sekolah dengan nama Belanda menjadi
nama khas kita, seperti : Volkschool menjadi Sekolah Rakyat. Pada Konggres
tahun 1935 memutuskan pembentukan Majelis Pimpinan Perekonomian yang tugasnya
membantu perbaikan ekonomi anggota (membentuk semacam kooperasi). Pada tahun
1936 diadadkan Konggres Seperempat Abad (XXV) di Jakarta, diputuskan anatara
lain mendirikan sekolah Tinggi, dan mendirikan Majelis Pertolongan &
Kesehatan Muhammadiyah (MPKM) di seluruh cabangdan ranting.
4.
Periode
Kepemimpinan Kh Mas Mansyur (1936 – 1942)
Masa kepemimpinan KH Mas Mansyur
merupakan tokoh yang kreatif dan terkenal sikapnya yang istiqomah dan pemberani,
sehingga ikut dalam pengisian jiwa gerakan Muhammadiyah, dan penegasan kembali
faham agama yang menjadi garis besar Muhammadiyah. Pada periode ini
memaksimalkan Majelis Tarjih, sehingga menghasilkan “Masalah Lima” (Dunia,
Agama, Qiyas, Sabilillah, dan ibadah). Selain itu menggerakkan Muhammadiyah
lebih dinamis dan berbobot, dengan konsepnya yang terkenal “Langkah Dua
belas”nya. Catatan kekiatan yang menonjol saat itu antara lain :
a. Membentuk Komisi Perjalanan Haji (HM
Suja’, HA Kahar Mzkr & R. Sutomo)
b. Pembentukan Bank Muhammadiyah
(Konggres di Yogyakarta 1937)
c. Menentang Ordonansi Pencatatan
Perkawinan Oleh Pemerintah Belanda
d. Menentang Ondewijs Ordonansi
(larangan guru mengajar di Sekolah Muh.)
e. Mengganti seluruh istilah Hindia
Belanda dengan Indonesia
f. Mengeluarkan “Franco Amal”
menghimpun dana untuk kaum dhu’afa
g. Mulai dirintis semacam Khittah
Muhammadiyah
h. Ikut mempelopori beririnya MIAI
(Majelisul Islam A’la Indonesia)
5. Periode Kepemimpinan Ki Bagus
Hadikusuma (1942 – 1953)
Ki Bagus
Hadikusuma termasuk tokoh Muhammadiyah yang juga mengisi dan membentuk jiwa
bagi gerakan Muhammadiyah. Pada periode ini dilahirkan Muqaddimah Anggaran
dasar Muhammadiyah, sebagai rumusan singkat atas gagasan dan pokok-pokok
pikiran KHA Dahlan (melalui murid-muridnya).
Periode
ini menghadapi zaman Jepang, awal kemerdekaan, masa revolusi fisik
mempertahankan Republik Indonesia. Oleh karena itu, aktivitas Muhammadiyah
banyak tersita dengan perjuangan kenegaraan, seperti mempersiapkan kemerdekaan,
mendirikan kelasykaran/badan perjuangan untuk membela Republik Indonesia dan
sebagainya.
Perlu
dicatat dalam sejarah, bahwa masa periode ini Muhammadiyah berani menentang
pemerintah Dai Nippon yang mewajibkan “Syeikerai” (memuja Amaterasu Omikami dan
Tenno Haika, syirik hukumnya), dalam hal ini Jepang mundur dan Muhammadiyah
berhasil. Muhammadiyah ikut mendirikan Pasukan Hizbullah Sabilillah, Majelis
Syurau Muslimin Indonesia (Masjumi) pengganti MIAI, dan mendirikan Asykar
Perang Sabil (APS). Ketika opsir Jepang mewakili Indonesia bagian Timur minta
penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta yang sudah disepakati untuk pembukaan
UUD 1945, dan mengancam akan memisahkan diri dari RI, maka ki Bagus Hadikusuma
mencarikan solusi dengan mengganti dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
6.
Periode
Kepemimpinan A.R. Sutan Mansyur (1952 – 1959)
Kepemiminan AR Sutan Mansyur dikenal
sebagai masa memperkokoh Ruh Tauhid, yaitu dengan disusunnya Khittah Palembang.
Pada periode ini yang penting dicatat sejarah antara lain :
a. Sidang Tanwir di Pekajangan, 1955
membicarakan Konsepsi Negara Islam.
b. Sidang Tanwir 1956 di Yogyakarta
memutuskan :
·
Muhammadiyah
tetap bergerak dalam bidang agama & kemasyarakatan,
·
Masalah
politik diserahkan pada Partai Masjumi,
·
Bagi
warga Muhammadiyah yang aktif politik dianjurkan ke Partai Islam
·
Keanggotaan
Istimewa dihapus, namun tetap hubungan baik dengan Masjumi.
7.
Periode
Kepemimpinan Hm Yunus Anis (1959 – 1962)
Pada periode ini situasi negara
dalam goncangan sosial politik, sehingga baik langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada gerak perjuangan Muhammadiyah. Namun HM Yunus Anis mampu
membawa Muhammadiyah untuk tetap pada jati dirinya, yaitu tetap menempatkan
kedudukannya sebagai Gerakan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dalam bidang
sosial keagamaan. Selain itu, penataan administrasi Muhammadiyah dibangun
dengan baik sebagaimana organisasi modern. Dokumentasi Muhammadiyah mulai
dibenahi dan diatur rapi, sehingga memudahkan penulisan dan penelitian dalam
Muhammadiyah.
Pada periode ini Majelis Pustaka sangat berperan, baik dalam bidang perpustakaannya, dokumentasi arsip-arsip dan penerbitan Muhammadiyah, serta banyak menghasilkan penerbitan RIDUP (riwayat hidup) tokoh-tokoh Muhammadiyah, dan Almanak Muhammadiyah.
Pada periode ini Majelis Pustaka sangat berperan, baik dalam bidang perpustakaannya, dokumentasi arsip-arsip dan penerbitan Muhammadiyah, serta banyak menghasilkan penerbitan RIDUP (riwayat hidup) tokoh-tokoh Muhammadiyah, dan Almanak Muhammadiyah.
8. Periode Kepemimpinan Kha Badawi
(1962 – 1968)
Periode
ini merupakan periode Muhammadiyah menghadapi PKI, dan kehidupan kenegaraan
yang cenderung terkontaminasi politik PKI. Situasi Sosial Ekonomi sangat buruk,
kemiskinan merajalela, gerak politik yang revolusioner yang tidak menentu.
Pimpinan Muhammadiyah periode ini bertugas terus memperkokoh kekuatan umat
Islam dalam melawan PKI dan antek-anteknya. Selain itu, menyelamatkan negara
dengan pendekatan pada presiden agar tidak terseret jauh terpengaruh oleh
politik PKI yang memusuhi umat Islam Indonesia.
Pada
saatnya berhadapan dengan PKI, KHA Badawi dengan tegas menyatakan bahwa
“Membubarkan PKI adalah ibadah”. Pada saat PKI berontak tahun 1965,
Muhammadiyah telah siap menghadapinya dengan Tapak Suci (1963) dan pasukan
KOKAM (1964), sehingga Muhammadiyah ikut aktif bersama pemerintah yang anti
komunis untuk menumpak G.30 S/PKI. Oleh pemerintah Muhammadiyah diberikan
fungsi politik dapat duduk dalam DPR GR dan MPRS, dan para fungsionarisnya juga
ada yang didudukkan dalam eksekutif. Namun kemudian, setelah situasi mereda,
Muhammadiyah kembai pada khittahnya semula sebagai organisasi sosial keagamaan.
9.
Periode
Kepemimpinan Kh Fakih Usman / H. Ar Fakhrudin (1968 – 1971)
Pada Muktamar ke 37 di Yogyakarta KH Fakih Usman dikukuhkan sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, namun tiada berapa lama beliau wafat, dan Sidang Tanwir menetapkan H. AR Fakhrudin (WK Ketua I) sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. (1968 – 1971). Periode ini yang lebih menonjol adalah “Me-Muhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”. Dalam hal ini mengadakan tajdid dalam bidang ideologinya dengan “merumuskan “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan menyusun “Khittah Perjuangan Muhammadiyah”.
Pada Muktamar ke 37 di Yogyakarta KH Fakih Usman dikukuhkan sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, namun tiada berapa lama beliau wafat, dan Sidang Tanwir menetapkan H. AR Fakhrudin (WK Ketua I) sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. (1968 – 1971). Periode ini yang lebih menonjol adalah “Me-Muhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”. Dalam hal ini mengadakan tajdid dalam bidang ideologinya dengan “merumuskan “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan menyusun “Khittah Perjuangan Muhammadiyah”.
10. Periode Kepemimpinan H. Ar Fakhrudin
(1971 – 1990)
Periode
ini meneruskan sebelumnya, yaitu usaha untuk meningkatkan kualitas
persyarikatan baik pemurnian amal usaha Muhammadiyah. AR Fakhrudin dipilih
sebagai ketua Muhammadiyah pada Muktamar ke 39 di Ujung Pandang 1971, Muktamar
ke 40 di Surabaya tahun 1978, dan Muktamar ke 41 di Surakarta, 1985.
Pada
periode ini mengalami tantangan untuk mengubah Azas Islam dengan Pancasila
sebagai stu-satunya azaz organisasi di Indonesia. Ddengan kebijakan “Siasat
Jalur Helem” (yang artinya untuk sementara, dan tetap beraqidah Islam),
Muhammadiyah dalam selamat.
Beberapa keputusan penting antara lain :
Beberapa keputusan penting antara lain :
a.
Mengukuhkan
Khittah Muhammadiyah (Khittah Ponorogo) di Muktamar 40.
b. Ikut membidani kelahiran partai
Muslimin Indonesia (Parmusi)
c. Tersusunnya konsep-konsep Dakwah
oleh Majelis Tabligh dan tuntunan praktis.
d. Tersusunnya konsep kaderisasi dan
pedoman praktis pembinaannya.
e. Tersusunnya berbagai pedoman
pendidikan oleh Majelis Dikdasmen & Dikti.
f. Pengaktifan kembali Majelis Pustaka,
dalam rangka penyelamatan arsip dokumen Muhammadiyah dan
penerbitan-penerbitannya.
11. Periode Kepemimpinan Kh. Ahmad Azhar
Basyir (1990 – 1995)
Pada periode ini berhasil dirumuskan
Program Jangka Panjang Muhammadiyah 25 Tahun, yang meliputi Bidang Konsolidasi
Gerakan, Bidang Pengkajian dan Pengembangan, dan Bidang Kemasyarakatan. Program
itu dijabarkan secara strategis menjadi :
a. Bidang Konsolidasi gerakan, meliputi
antara lain Konsolidasi Organisasi, Kaderisasi dan Pembinaan AMM, Bimbingan
Keagamaan, dan Peningkatan Hubungan Kerjasama.
b. Bidang Pengkajian dan Pengembangan
meliputi antara lain Pengkajian & Pengembangan pemikiran Islam; Penelitian
& pengembangan; dan Pusat informasi Kepustakaan dan penerbitan.
c. Bidang kemasyarakatan meliputi,
pendidikan; penanaman keyakinan Islam kesehatan; Pengembangan Sosial
Kemasyarkaatan; Kebudayaan; Ekonomi dan Kewiraswastaan; Partisipasi Politik;
Pengembangan General Muda; Pembinaan keluarga; Pengembangan Peranan Wanita;
Lingkungan Hidup; dan PeningkatanKualitas Sumber daya manusia.
KH Ahmad Azhar Basyir memimpin
Muhammadiyah tidak sampai akhir periode, karena Allah SWT. Memanggil untuk
menghadap keharibaannNya. Kepemimpinan PP Muhammadiyah periode ini diteruskan
oleh Dr. H. Amien Rais (yang sebelumnya sebagai staf ketua). Pada Muktamar di Jogjakarta tahun
1995, Dr. H. Amien Rais dipilih dan dikukuhkan kembali sebagai ketua PP
Muhammadiyah (periode 1995 sampai 2000). Namun, oleh karena Prof. Dr. H. Amien
Rais mengundurkan diri dari ketua umum PP Muhammadiyah (karena menjadi Ketua
Umum Partai Amanat Nasional), maka sebagai ketua umum PP Muhammadiyah
digantikan Prof. Dr. H. Syafi’i Ma’arief. Sampai disini dulu uraian tentang
Fragmenta Lintasan Sejarah Muhammadiyah. Untuk periode Prof. Dr. H. Amien Rais;
Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arief; dan periode Prof. Dr. H. Dien Syamsuddin,
belum dapat ditulis dalam makalah ini. Alhamdulillah.
12.
Periode
Kepemimpinan Prof. Dr. H. Amien Rais
PROF.DR.H.AMIEN
RAIS (lahir di Solo, Jawa Tengah,
26 April 1944; umur 68 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999 – 2004. Jabatan ini
dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 pada bulan Oktober 1999.
Namanya mulai mencuat ke kancah
perpolitikan Indonesia pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden Soeharto
sebagai salah satu orang yang kritis
terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah. Setelah partai-partai politik
dihidupkan lagi pada masa pemerintahan Presiden Habibie, Amien Rais ikut mendeklarasikan Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Ketua
Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005.
Sebuah
majalah pernah menjulukinya sebagai “King
Maker“. Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam
menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa
tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10% dalam
pemilu 1999. Lahir di Solo pada 26 April 1944, Amien
dibesarkan dalam keluarga aktivis Muhammadiyah.
Orangtuanya, aktif di Muhammadiyah
cabang Surakarta. Masa belajar Amien banyak dihabiskan di luar negeri. Sejak
lulus sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta pada 1968 dan lulus Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1969), ia melanglang ke berbagai negara
dan baru kembali tahun 1984 dengan menggenggam gelar master
(1974) dari Universitas Notre Dame,
Indiana, dan gelar doktor ilmu politik dari Universitas Chicago,
Illinois,
Amerika Serikat. Kembali ke tanah air, Amien kembali ke kampusnya, Universitas Gadjah Mada sebagai dosen. Ia bergiat pula
dalam Muhammadiyah, ICMI,
BPPT, dan beberapa organisasi lain. Pada
era menjelang keruntuhan Orde Baru, Amien adalah cendekiawan yang berdiri paling depan. Tak
heran ia kerap dijuluki Lokomotif Reformasi.
13.
Periode
kepimimpinan Ahmad Syafi’i Ma’arif
(lahir di Sumpurkudus,
Sijunjung, Sumatera Barat,
31 Mei 1935; umur 77 tahun) adalah mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah dan pendiri Maarif Institute, yang
juga dikenal sebagai seorang tokoh dan ilmuwan yang mempunyai komitmen
kebangsaan yang kuat. Sikapnya yang plural, kritis, dan bersahaja telah
memposisikannya sebagai “Bapak Bangsa”. Ia tidak segan-segan mengkritik sebuah
kekeliruan, meskipun yang dikritik itu adalah temannya sendiri.
14.
Periode
Kepemimpinan Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin, atau dikenal dengan Din Syamsuddin
Prof. Dr.
Sirajuddin Syamsuddin
(lahir di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat,
31 Agustus 1958; umur 54 tahun), adalah seorang politisi yang saat ini
menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010. Istrinya bernama
Fira Beranata, dan memiliki 3 orang anak. Ia menempuh pendidikan sarjana di IAIN Jakarta, dan kemudian melanjutkan pascasarjana dan doktornya di University of
California at Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat. Din pernah berkarier di birokrasi
menduduki jabatan sebagai Direktur Jenderal Binapenta Departemen Tenaga
Kerja Republik Indonesia. Sedangkan dalam kegiatan organisasi, Din pernah menjabat
sebagai Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1985), Ketua Umum PP
Pemuda Muhammadiyah (1989-1993), Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005),
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI), dan Ketua Litbang Golongan Karya. Sebagai ketua PP Muhammadiyah, ia
seringkali diundang untuk menghadiri berbagai macam konferensi tingkat
internasional berkenaan dengan masalah hubungan antara umat beragama dan
perdamaian. Baru-baru ini, misalnya, ia diundang ke Vatican untuk memberikan ceramah umum tentang terorisme dalam
konteks politik dan idiologi. Ia memandang bahwa terorisme lebih relevan bila
dikaitkan dengan isu politik dibandingkan dengan isu idiologi. Sejalan dengan
itu, ia juga tidak senang bila sebagian kelompok umat Islam menggunakan label
Islam dalam melakukan aksi-aksi terorisme mereka. Menurutnya, aksi-aksi terorisme yang
mengatasnamakan Islam justru sangat merugikan umat Islam baik pada tingkat
internal umat Islam maupun pada skala global.
Din
Syamsuddin merupakan salah-satu penumpang dalam Garuda
Indonesia Penerbangan 200,
ia mengalami luka ringan dalam penerbangan yang menewaskan 21 orang tersebut.
MUHAMMADIYAH
BIOGRAFI
KH AHMAD DAHLAN
Kyai Haji
Ahmad Dahlan (Yogyakarta, 1 Agustus 1868–Yogyakarta, 23 Februari 1923) adalah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau adalah putera keempat dari tujuh
bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan
khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu
dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat
penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Beliau dimakamkan di KarangKajen,
Yogyakarta.
Pengalaman
Organisasi
Disamping
aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia
juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab
pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan
yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi
entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai
seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan
cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan
masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi
Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi
Muhammad SAW.
BERDIRINYA
DAN LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan
pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik
dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan
hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru
yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah
meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan
ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut
dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan
tersebut.
Pada
tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan
pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus
1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya
boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran
akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan,
Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah.
Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk
mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar
cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain.
B.
LAMBANG
MUHAMMADIYAH
Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar
utama dua belas, di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat
(Asyhadu an lã ilãha illa Allãh wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh ). Teks
syahadat yang mengelilingi cahaya matahari mengacu pada dua kalimat syahadat
sebagai dasar keimanan seorang muslim.
Matahari
dengan duabelas sinar merupakan simbolisasi prinsip Islam sebagai agama rahmat
seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Kata dalam Bahasa Arab “Muhammadiyah” yang
berada di pusat matahari mengacu figur sentral dalam penegakan islam, Nabi
Muhammad SAW.
MAKSUD DAN TUJUAN BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
MAKSUD DAN TUJUAN BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Maksud dan
tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
AMAL USAHA
MUHAMMADIYAH
Dalam
pengembangan ekonomi, Muhammadiyah memiliki aset atau sumber daya yang bisa
dijadikan modal. Aset pertama adalah sumber daya manusia, yaitu anggota
Muhammadiyah itu sendiri, baik sebagai produsen, konsumen maupun distributor.
Aset kedua adalah kelembagaan amal usaha yang telah didirikan, yaitu berupa
sekolah, universitas, lembaga latihan, rumah sakit, dan lain-lain. Aset ketiga
adalah Struktur Muhammadiyah itu sendiri sejak dari pusat, wilayah, daerah,
cabang, dan ranting.. Terdapat 7 butir program persyarikatan yang perlu direalisasikan
oleh Majelis Ekonomiyaitu :
1. Mewujudkan sistem JAMIAH (Jaringan
Ekonomi Muhammadiyah) sebagai revitalisasi gerakan dakwah secara menyeluruh.
2. Mengembangkan pemikiran-pemikiran
dan konsep-konsep pengembangan ekonomi yang berorientasi kerakyatan dan keislaman,
seperti etos kerja, etos kewiraswastaan, etika bisnis, etika manajemen, etika
profesi dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan aktual yang
terjadi dalam dunia ekonomi.
3. Melancarkan Program Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat, meliputi pengembangan sumber daya manusia dalam aspek ekonomi,
pembentukan dan pengembangan lembaga keuangan masyarakat, pengembangan bank
syariah Muhammadiyah, pengembangan kewirauahaan dan usaha kecil, pengembangan
koperasi dan pengembangan Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang benar-benar
kongkrit dan produktif, seperti KATAM, BMT, LKM dan lain-lain.
4. Intensifikasi pusat data ekonomi dan
pengusaha Muhammadiyah yang dapat mendukung pengembangan program-program
ekonomi.
5. Menggalang kerja sama dengan
berbagai pihak untuk mengembangkan program-program ekonomi dan kewiraswastaan
di lingkungan Muhammadiyah.
6. Mengembangkan pelatihan-pelatihan
dan pilot project pengembangan ekonomi kecil dan menengah baik secara mandiri
maupun kerja sama dengan lembaga-lembaga luar sesuai dengan perencanaan program
ekonomi dan kewiraswastaan Muhammadiyah.
7. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan
ekonomi bisnis dan kewiraswastaan di bawah majelis Ekonomi dan memberlakukan
Majelis Ekonomi sebagai satu-satunya yang memutuskan kebijakan di bidang ekonomi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammadiyah adalah salah satu orgnisasi Islam pembaharu di Indonesia. Gerakan
Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah
satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan Islam. maksud dan tujuan
Muhamadiyah, yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Periodesasi Kepemimpinan Muhammadiyah”,
saya menyadari bahwa masih banyak
kesalahan sehingga belum sempurnanya makalah ini.. Maka saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari dosen pembimbing dan teman-teman khususnya
Kelas B semester III program studi Pendidikan dan Kewarganegaraan.
Dari kesimpulan di atas,dapat
disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Sebagai warga umat Islam
Muhammadiyah, kita harus mempertahankan dan meneruskan perjuangan Ahmad Dahlan
dari segala bentuk yang dapat menghancurkan agama Islam.
2. Sebagai umat Islam yang beriman dan
bertaqwa pada-Nya, kita tidak seharusnya melakukan hal-hal yang dilarang Islam
seperti tahayul, bid’ah, khurofat .Kita harus menjalankan dan mengamalkan
seperti apa yang diajarkan dalam al quran dan al hadist.
3.
Sebagai umat Islam yang berilmu,
kita harus memperdalam ilmu dalam segala bidang seperti IPTEK dan ilmu yang
lainnya tanpa membedakan, dengan syarat kita tahu apa yang kita pelajari sesuai
dengan ajaran Islam.
4.
Untuk menjaga agama Islam dari
pemusnahan orang-orang kafir, kita sebagai umat Islam harus bersatu melindungi
agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
http://tonijulianto.wordpress.com/2012/12/14/sejarah-berdirinya-muhammadiyah-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar