Rabu, 08 Juli 2015

HUKUM AGRARIA INDONESIA

Pengertian Agraria
     Kata agraria mempunyai arti yang berbeda antara bahasa satu dengan yang lainnya. Dalam bahasa latin agraria berasal dari kataagger dan agrarius. Kata agger berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius memiliki arti sama dengan perladangan, persawahan, pertanian. Dalam bahasa indonesia terminologi agraria berarti urusan tanah, pertanian, perkebunan. Dalam bahasa inggris kata agraria diartikan agrarian yang berarti tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian.
Pengertian agrarian sama dengan agrarian laws bahkan sering digunakan untuk menunujuk kepada seperangkat peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanah yang luas dalam rangka pemerataan penguasaan dan kepemilikan tanah. Selain dari segi terminologi pengertian agraria dapat diketemukan dalam konsiderans dan pasal-pasal dalam UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria). Dalam UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) pengertian agraria meliputi bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. (Pasal 1 ayat 2).
Selain itu, terdapatnya pengertian agraria yang dikemukakan oleh para ahli hukum agrarian, antara lain :
a.   A.P. Parlindungan menyatakan bahwa pengertian agrariamempunyai ruang lingkup, yaitu dalam arti sempit, bisa terwujud hak-hak atas tanah, atupun pertanian saja, sedangkan Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA telah mengambil sikap dalam pengertian yang meluas, yakni bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
b.   Drs. Sunyoto, “ Hukum agraria adalah keseluruhan kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur  agraria.
c.   Prof. E. Utrecht, S.H. “menyatakan bahwa hukum agraria adalah menjadi bagian dari hukum tata usaha negara karena mengkaji hubungan-hubungan hukum antara orang, bumi, air dan ruang angkasa yang melibatkan pejabat yang bertugas mengurus masalah agraria”.
d.   Menurut Lemaire, ” hukum agraria sebagai suatu kelompok hukum yang bulat meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum administrasi negara”.
e.   Subekti dan Tjitro Subono, “hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan yang hukum perdata, tata negara, tata usaha negara, yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang bersumber pada hubungan tersebut”.
Pengertian hukum agraria menurut UUPA memiliki pengertian hukum agraria dalam arti luas, yang merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam yang meliputi :
-          - Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah  dalam arti permukaan bumi;
-          - Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
-         -  Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan;
-         -  Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air;
-         - Hukum kehutanan, yang mengatur hak-hak atas penguasaan atas hutan dan hasil hutan;
-          - Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa (bukan space law), mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA.
Sedangkan pengertian hukum agraria dalam arti sempit, hanya mencakup Hukum Pertanahan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah.
2.   Ruang Lingkup dan Tujuan Agraria
a.   Ruang Lingkup Hukum Agraria
Hukum agraria mengatur BARAK ( Bumui, Air, Ruang Angkasa, Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya). Bumi mencakup permukaan bumi, tubuh bumi, serta yang berada dibawah air, air mencakup perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia, ruang angkasa mencakup ruang diatas bumi dan air semuanya.
Hukum agraria mencakup 5 bagian, yaitu :
1.   Hukum tanah
2.   Hukum pertambangan :
a.   Minerba (UU No 4 tahun 2009)
b.   Minyak dan gas (UUNo 22 tahun 2001)
3.   Hukum kehutanan (UU No  41 tahun 1999)
4.   Hukum sumber daya air (UU No 7 tahun 2004)
5.   Hukum pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau kecil
Hukum agraria dapat masuk dalam 2 ranah hukum, yaitu :
Hukum publik : hukum agraria masuk ranah hukum publik saat pengaturan tentang batas bangunan diruang udara
Hukum privat : hukum agraria masuk ranah hukum privat saat penjualan tanah
b.   Tujuan Hukum Agraria
Hukum agraria mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.   Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;
2.   Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
3.   Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat keseluruhan.
Dengan adanya tujuan hukum agraria ini merupakan sarana untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan negara sebagai mana yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa indonesia.
3.   Sejarah Agraria
Sebelum kemerdekaan
a.   Pra Penjajahan
Periode sebelum masuk ke dalam dimana Indonesia dijajah. Pada masa ini berlaku apa yang dimaksud dengan hukum adat yang berkenaan dengan hukum agraria.
Pada masa sebelum penjajahan, obyek dari Hukum Agraria ada 4 (empat), yaitu :
1.   Mengatur tentang tanah
Yang diatur bukan hanya yang ada di atas tanah saja tetapi juga tang terkandung di dalam tanah juga diatur.
2.   Mengatur tentang Hutan
Yang diatur tentang hutan ini ada 3, yaitu :
a.      Hutan Tutupan Adat
Dalam hutan tutupan Adat ini tidak ada yang dapat memasuki sebagai contoh berkembangnya mitos hutan itu ada penunggunya.
b.      Hutan yang digunakan secara terbatas
Hutan ini boleh diambil hasilnya seperti kayu,binatang tetapi tidak boleh habis digunakan.
c.      Hutan di dekat pemukiman
Hutan ini dapat digunakan secara penuh.
3.  Mengatur tentang air beserta isi didalam air itu
4.  Mengatur tentang benda-benda tambang tertentu
Tambang-tambangnya masih dalam jenis tertentu atau batu-batuan tertentu.
Selain obyek, ada juga subyek yang dapat menggunakan dan hak yang diperoleh, yaitu :
1.   Masyarakat Hukum Adat secara keseluruhan
Masyarakat Hukum Adat ini adalah subjek yang tertinggi dan hak yang diperoleh adalah hak ulayat yang nantinya hak ulayat ini akan dijelaskan dalam bab tersendiri.
2.   Insider
Yang dimaksud Insider ini adalah Masyarakat hukum Adat itu sendiri. Hak yang diperoleh yaitu Hak Utama, Hak Pakai, Hak Milik. Warga masyarakat ini hanya boleh memiliki tanah pada bagian-bagian tertentu, yang mana tanah itu  memang tidak digunakan.
3.   Outsider
Outsider ini adalah masyarakat diluar Masyarakat Hukum Adat dan hak yang diperoleh hanya memanfaatkan itu pun juga harus izin terlebih dahulu kepada pimpinan masyarakat.
Selain itu pada masa pra penjajahan ini, terdapat juga jenis-jenis hak dari hukum adat yang berkenaan dengan hukum agraria, yaitu :
1.   Hak ulayat dalam masyarakat hukum adat
Hak ulayat merupakan kewenangan bersama dari seluruh warga masyarakat atas wiayah kekuasaan masyarakat hukum adat itu (lebensraum) à Hak Wilayah Kekuasaan.
2.   Pada tataran Insider, ada tingkatan hak-hak. Terdapatnya hak-hak khusus pada tanah, yaitu :
a.   Hak Utama
Kewenangan untuk memanfaatkan, menggunakan tanah yang baru pertama kali dibuka.
Hak utama muncul ketika orang baru dibuka tanah, baru diberi tanah, dan pada saat reklamasi (yang sengaja dibuat oleh manusia, tapi ada juga faktor alaminya yang membuat tanah timbul).
b.   Hak Pakai
Apabila hak utama sudah intensif, maka muncullah hak pakai.
c.   Hak Milik
Apabila hak pakai sudah intensif, maka muncullah hak milik ini.
3.   Pada tataran Outsider, yaitu hak untuk memanfaatkan.
Hanya punya hak untuk memanfaatkan, itupun harus seijin penguasa yang punya tempat.
Outsider itu punya hak yang lemah karena dia dibatasi, apabila ingin mengambil sesuatu dihutan atau dimana, maka dia harus seijin penguasa setempat.
b.   Masa penjajahan
Pada masa penjajahan ini terdapat 3 (tiga) objek hukum agraria yang banyak dikeluarkan kebijakannya, adalah :
1.   Tanah
Dengan dikeluarkannya undang-undang khusus tentang Agraria-Staatbalt-Agraria Wet.
Penjelasan :
Agraris wet ini mempunyai 5 pasal, tapi isi 5 pasal dari agraris wet dimasukkan dalam pasal 62 RR (Reqeling Regelement) à Undang-undang dari Hindia-Belanda, semula hanya ada 3 ayat, kemudian ditambahkan 5 pasal agraris wet, maka total semuanya menjadi ada 8. Kemudian RR berubah menjadi IS (Indische Staat Regeling), jadi pasal 62 RR ini berubah menjadi pasal 51 IS.
–     Terdapat 5 kebijakan dari 8 pasal tersebut :
a.   Larangan bagi gubernur jenderal untuk menjual tanah hindia-belanda, tapi negara boleh karena pada waktu itu negara punya hak milik, maka dari itu tanahnya boleh dijual, tapi sekarang negara tidak diberi hak milik lagi à berkaitan atau menyangkut negara.
b.   Perusahaan perkebunan swasta semua adalah orang-orang eropa, boleh menyewa tanah baik dari pemerintah maupun dari orang-orang pribumi à berkaitan dengan perusahaan-perusahaan swasta.
c.   Bahwa perusahaan perkebunan swasta dapat memperoleh hak atas tanah yang lebih kuat untuk usaha perkebunan dengan hak yang disebut hak erfpacht (kewenangan untuk menggunakan tanah yang diberikan pemerintah hindia-belanda dalam bidang perkebunan, berupa hak kebendaan bukan hak personal).
d.   Mengatur larangan pencabutan hak atas tanah, kecuali untuk kepentingan umum.
e.   Normanya : memberikan kesempatan pada orang pribumi untuk mengubah hak milik adatnya itu menjadi hak eigendom (hak milik) agraris.
Untuk memperoleh hak eigendom ini sangat sulit, dikarenakan prosedurnya yang sulit, yaitu pada saat mengajukan kepengadilan negeri à setelah itu disidangkan untuk membuktikan tanah yang diubah menjadi hak eigendom agraris itu miliknya sendiri, karena apabila tidak dibuktikan, nanti tanahnya bisa diberikan kepada negara.
2.   Hutan (Bosch à dalam bahasa belanda)
Hanya dimuat dalam Regelement, yaitu semacam peraturan pemerintah tapi tidak setara dengan undang-undang.
3.   Tambang
Yang dimuat dalam wet (undang-undang)
Hukum itu dibuat tidak lebih sebagai alat dari seorang yang dapat mengubah jadi kebohongan-kebohongan atau seseorang yang membuat undang-undang itu untuk kepentingan-kepentingan dari seseorang tersebut. Sehingga dapat kita lihat  tujuan dari Agraris Wet, yaitu :
1.   Untuk melindungi kepentingan orang pribumi
2.   Untuk melindungi kepentingan pengusaha perusahaan.
Pada masa penjajahan terdapat pula hal mengenai Agrarisch Besluit sebagai salah satu bentuk peraturan pelaksanaan dari Agraris Wet (Staatbalt 1870 No. 118). Terdapat dalam pasal 1 mengenai Prinsip Domeinverklaring yang berisi “setiap tanah atau sebidang tanah yang oleh orang lain tidak dapat dibuktikan sebagai tanah eigendom atau hak miliknya adalah domein atau milik negara”. Jadi, makna dari domeinverklaring adalah untuk memperlemah hak kepemilikan pribumi atau merugikan kepemilikan orang-orang pribumi. Artinya disini tujuan pertanahan itu hanya untuk membohongi pribumi, sehingga hanya dijadikan sebuah simbolis saja, karena pada faktanya bukan memperkuat tapi malah memperlemah.
Terdapat 2 aspek dari prinsip domeinverklaring, yaitu :
1.   Keharusan setiap orang yang mengakui punya hak atas tanah, harus membuktikan kepemilikan hak atas tanahnya itu (eigendom).
Hal ini mengandung kewajiban yaitu dengan membuktikan bahwa tanah itu miliknya. Adapun cara membuktikannya, dengan datang kepengadilan, dan membuktikan juga dibuthkan alat bukti (hukum barat), yaitu alat bukti yang tertulis.
Dari aspek ini dapat menimbulkan akibat, yaitu karena butuh alat bukti yang tertulis, maka banyak orang pribumi yang tidak mampu membuktikannya.
2.   Dengan pernyataan karena tidak bisa dibuktikan bahwa tanah itu miliknya, dengan begitu semua tanahnya menjadi milik negara (Domein Negara).
Apabila nantinya tanah tersebut menjadi milik negara, maka negara akan memberikan tanah tersebut kepada pengusaha perkebunan, yanag notabennya dulu adalah orang-orang eropa, sehingga negara memberikan kemudahan kepada pengusaha perkebunan untuk mendapatkan tanah, disini terlihat adanya politik kolonial terhadap rakyatnya sendiri.
 Setelah kemerdekaan
a.   Sebelum Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)
            Setelah kemerdekaan Indonesia, Indonesia menolak ketentuan-ketentuan yang ada di Agraris wet (AG). Hal tersebut tercantum dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Hal tersebut berbeda dengan perundang-undang yang berlaku selama masa penjajahan, letak perbedaan yang dimaksud ialah :
1.   Terhadap obyek :
a.   Bumi : meliputi permukaan tanah, tubuh bumi ( apa yang ada di bawah permukaan tanah).
b.   Air : meliputi air permukaan, di darat dan di laut dan air yang ada di tubuh bumi.
c.   Kekayaan Alam : air, semua hal yang terdapat di permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi (barang tambang,barang purbakala).
Sedangkaan dalam Agraris Wet obyeknya hanyalah tanah.
2. Hubungan antara negara dengan obyek hukum agraria :
Dalam UUD     : bukan hak donein tetapi “ hak menguasai negara”, yang maknanya mengatur kekayaan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Agraris Wet : hak domein yaitu hak memiliki tanah.
3.   Tujuan :
Dalam UUD : tujuannya yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (terpenuhi semua kebutuhan dasar rakyat)
Dalam Agraris Wet : tujuannya ialah penguasaan tanah untuk pengusaha tanah, sedangkan kemakmuran rakyat diabaikan.
Tetapi dalam pelaksanaan hukum, masih digunakan ketentuan aturan-aturan pada jama belanda, karena pasal 33 ayat 3 UUD 1945 hanya mengatur hal-hal pokoknya saja dan belum dibuat undang-undang pelaksanaannya. Tetapi diadakan penyesuaian agar tidak terjadi tabrakan dengan tujuannya.
Bentuk-bentuk penyesuaian ialah terdapat penghapusan lembaga-lembaga tertentu yang bertentangan dengan prinsip pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Yang dihapus ialah :
Lembaga / hak konversi :
Kewenangan yang diberikan oleh sultan kepada pengusaha perkebunan untuk menggunakan tanah bagi usaha perkebunan (terdapat hanya di jogjakarta dan surakarta).
Keistimewaan hak konversi yaitu :
2/5 dari tanah yang ada di setiap desa harus disediakan dan diberikan kepada pengusaha perkebunan.
Pengusaha mendapat sumbangan tenaga kerja cuma-cuma selama 5 tahun.
Pengusaha perkebunan mendapat prioritas dalam menggunakan air.
Hak konversi dihapus dengan dasar UU no. 13 tahun 1948 dan UU no. 5 tahun 1950.
Menghapus tanah partikelir dan tanah eigendom. Karena mempunyai karakter publik, maksudnya pemilik tanah dapat memberhentikan dan mengangkat kepala desa, memungut pajak, serta memaksa rakyat untuk kerja paksa.
Bentuk penyesuaian lainnya ialah membentuk hukum agraria nasional. Hal ini memakan waktu selama 12 tahun dari tahun 1948 sampai dengan tahun 1960 dengan melalui 5  kepanitiaan.
5 panitia tersebut ialah :
Panitia yogyakarta 1945;
Panitia agraria jakarta 1951-1955;
Panitia Suwahyo (menteri agraria) 1955-1958b;
Panitia Sunaryo (menghasilakn rancangan UU) 1958;
Panitia Sujarwo ( menggodok ke DPR ) sampai UU tersebut jadi.
            b.   Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)
Lahirnya hukum agrarian nasional adalah pada saat diundangkan UU No. 5 Tahun 1960, yang dikenal dengan UUPA (Undang-undang Pokok Agraria).
Dengan lahirnya UUPA, maka ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak berlaku lagi, ada 2 kelompok yaitu :
1.   Pokok peraturan perundang-undangan yang secara tegas dicabut
a.   Pasal 51 IS pengganti dari pasal 62 RR
Didalamnya terdapat ketentuan-ketentuan agraris wet, jadi agraris wet dicabut pasal 51 IS ini berasal dari pasal 62 RR (ada 3 ayat, kemudian mendapat tambahan 5 ayat yang berasal dari pasal agraris wet).
b.   Semua peraturan perundang-undangan yang mengandung pernyataan Domeinverklaring
Dicabut karena merugikan orang-orang pribumi, sehingga tidak cocok dengan hukum agraria.
c.   Peraturan perundang-undangan mengenai Hak Agraris Eigendom
Hak eigendom yang diberikan kepada orang-orang pribumi sebagai bentuk konversi hak milik adat.
Hak eigendom diperuntukkan bagi orang-orang eropa, dan agrarisch eigendom diperuntukkan bagi orang-orang pribumi.
d.   Pasal-pasal dalam buku II KUH Perdata sepanjang mengenai tanah dan hipotik tentang tanah (“lembaga jaminan” tanah benda tidak bergerak).
2.   Peraturan Perundang-undangan yang secara diam-diam harus dinyatakan tidak berlaku atau dicabut, karena hal ini bertentangan dengan prinsip dan semangat UUPA.
a.   Ketentuan-ketentuan dalam buku II KUH Perdata sepanjang menyangkut perjanjian-perjanjian tentang tanah.
b.   Peraturan tentang larangan pemindahan hak atas tanah dari orang-orang bumi putra ke orang-orang non bumi putra.
Dulu orang-orang bumi putra tidak boleh mengasingkan tanah-tanah mereka ke orang non bumi putra, kecuali percampuran harta perkawinan à Ini harus dicabut, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tersebut, karena sekarang ini WNI (Warga Negara Indonesia) tidak lagi dikotak-kotakkan.
–     Tujuan Hukum Agraria Nasional (UUPA)
Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur ;
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat keseluruhan.
Dengan mengacu pada tujuan pokok diadakannya UUPA, jelaslah bahwa UUPA merupakan sarana yang akan dipakai untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan negara sebagaimana yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945, Yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
–     Asas-asas UUPA
Dalam pasal 1 ayat 2 UUPA, asas kepemilikan hak tertinggi dimiliki oleh bangsa indonesia. Asas tersebut disebut juga hak bangsa. Hak bangsa adalah kewenangan dari seluruh anggota bangsa indonesia untuk secara bersama-sama mempunyai, menggunakan, dan memanfaatkan objek hukum agraria (BARAKA) dan untuk secara bersama-sama mengatur, selain hak bangsa juga terdapat hak menguasai negara, dan hak ulayat.
4.   Hak Atas Tanah
a.   Hak Bangsa
Hak Bangsa Indonesia merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi di Indonesia. Ini berarti bahwa hak-hak penguasaan atas tanah yang lain, termasuk Hak Ulayat dan hak-hak individual atas tanah yang dimaksudkan oleh Penjelasan Umum UUPA, langsung ataupun tidak, semuanya bersumber pada Hak Bangsa.
Hak bangsa ialah singkatan dari asas prinsip kepemilikan hak oleh bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat 2). Hak bangsa muncul karena kewenangan dari seluruh anggota bangsa Indonesia untuk secara bersama-sama mempunyai, menggunakan dan memanfaatkan objek hukum agrarian itu (BARAKA) dan untuk secara bersama-sama mengatur.
Kata “Seluruh” dalam kalimat: Seluruh bumi, air dan ruang-angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dalam wilayah Republik Indonesia adalah bumi, air dan ruangangkasa bangsa Indonesia dalam Pasal 1 ayat 2, menunjukkan bahwa tidak ada sejengkal tanah pun di Negara kita yang merupakan apa yang disebut “res nullius” (tanah tak ber-“tuan”).
Hak bangsa mempunyai dua sifat, yaitu:
Bersifat sakral
Maksudnya adalah bahwa status dari BARAKA adalah sebagai karunia tuhan dan merupakan amanah dari tuhan kepada bangsa indonesia. Konkritnya adalah pertanggung jawaban dari penggunaan sumber daya agraria tidak hanya kepada rakyat tetapi juga kepada tuhan.
 Bersifat abadi
Maksud dari bersifat abadi adalah sepanjang bangsa indonesia adalah subjek dan wilayah indonesia sebagai objek masih ada, maka hak bangsa masih tetap berlangsung.
b.   Hak Menguasai Negara
Hak menguasai negara merupakan hak yang bersumber dari hak menguasai negara. Dengan kata lain hak menguasai negara bukan untuk memiliki tapi hanya sekedar mengatur. Hak menguasi negara bersumber dari hak bangsa. Negara itu lahir dibentuk oleh bangsa NKRI.
Ada dua macam hak menguasai negara, yaitu kewanangan mengatur dan Kewenangan mempunyai secara bersama. Hak menguasai negara berbeda dengan domein negara. Hak menguasai negara dalam pengertian khusus adalah mengatur bukan memiliki. Sedangkan domein negara dalam pengertiannya adalah memiliki. Oleh karena itu, hak menguasai negara adalah kewenangan untuk mengatur sumber daya agraria oleh negara, hak menguasai negara bukanlah hak untuk memiliki, namun hanya merupakan hak untuk mengatur sumber daya agraria.
Bagan :
Kewenangan mempunyai secara bersama
 Hak bangsa

 Kewenangan negara








Inti : Hak menguasai negara ini berasal dan bersumber dari kewenangan hak bangsa. Menguasai berbeda dengan domein negara. 
–     Dalam UUPA kewenangan negara adalah :
1.   Mengatur dan merencanakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan sumber daya agraria (bumi, air, luar angkasa).
2.   Mengatur dan menetapkan macam-macam hak atas sumber daya agraria, biasa disebut dengan hubungan hukum antara subjek dan objek.
3.   Mengatur dan menentukan bentuk-bentuk hubungan hukum antar manusia/antar 1 orang dengan orang lainnya yang objeknya sumber daya agraria.
Tujuan mengatur 3 aspek itu ialah, tidak boleh menyimpang dari kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, harus menjamin kemakmuran setiap bangsa.
–     Pelaksana kewenangan hak menguasai negara
Pada prinsip nya pelaksana kewenangan hak menguasai negara ada pada pemerintah pusat dalam kedudukannya sebagai pelaksana kedaulatan negara. Namun pada pelaksanaannya itu pemerintah pusat dapat di serahkan pada pemerintah daerah (pemda) sebagai urusan otonomi dan juga bisa urusan pembantuan atau dekonsentrasi. Tapi dapat juga diserahkan kepada masyarakat hukum adat atau desa, dalam wujudnya otonomi yang disebut hak ulayat.
c.   Hak Ulayat
Hak Ulayat adalah kewenangan secara bersama-sama dari seluruh warga masyarakat hukum adat yang mempunyai dan mengatur semua objek hukum agraria yang ada di wilayah kekuasaan hukum adat.
Adapun unsur-unsur dari hak ulayat adalah :
Kewenangan yang dimiliki secara bersama-sama warga masyarakat hukum adat, apabila ada masyarakat hukum adat, maka ada hak ulayat begitu juga sebaliknya;
Kewenangan untuk mempunyai dan mengatur secara bersama-sama;
Objek yang diatur yaitu objek hukum agrarian;
Batas wilayah.
Unsur dan pengertian hak ulayat hampir sama dengan hak bangsa perbedaannya adalah hak ulayat itu dalam lingkup yang lebih kecil yaitu masyarakat hukum adat sedangkan hak bangsa lingkupnya lebih besar yaitu seluruh wilayah bangsa. Jadi, dapat dikatakan bahwa hak bangsa itu diadopsi dari hak ulayat karena hak ulayat itu ada terlebih dahulu.
UUD 1945 pasal 18 B ayat 2 hasil amandemen ke-3 dari UUD ’45, memberikan pengakuan dan penghormatan kepada masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya (hak ulayat).
Pelaksanaan  kewenangan dari hak ulayat harus memenuhi syarat tertentu (pasal 3 UUPA), yaitu :
Hak ulayatnya itu sendiri masih nyata-nyata ada, masih berlangsung sampai sekarang;
Pelaksanaan kewenagan mengatur mengatur itu tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa dan negara;
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pasal 5 UUPAdijelaskan bahwa pembentukan hukum agrarian nasional harus bersumber pada hukum adat. Ada 2 fungsi hukum adat dalam pembentukan hukum agrarian nasional, yaitu :
Sebagai sumber hukum primer, hukum adat menjadi sumber bagi pembentukan UUPA;
Hukum adat sebagai hukum sekunder, hukum adat sebagai sumber pengaturan aspek-aspek kehidupan pengelolaan sumber daya agrarian yang belum diatur oleh Negara.
Syarat-syarat hukum adat yang diambil dari sumber itu adalah norma, prinsip hukum dan lembaga hukum sedangkan syarat-syaratnya adalah :
Tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa dan Negara;
Tidak bertentangan denga prinsip sosialisme inonesia;
Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Tidak bertentangan dengan ajaran agama.
UUPA memperbolehkan membenarkan adanya perlakuan yang khusus bagi kelompok-kelompok yang lemah secara sosial ekonomi dijelaskan dalam pasal 11 UUPA bahwa adanya prinsip perbedaan hukum yang berlaku bagi kelompok masyarakat-masyarakat tertentu yang secara sosial ekonomi itu lemah kehidupannya.


Tidak ada komentar: