Pengertian Agraria
Kata agraria mempunyai arti yang berbeda antara
bahasa satu dengan yang lainnya. Dalam bahasa latin agraria berasal dari
kataagger dan agrarius. Kata agger berarti tanah atau
sebidang tanah, sedangkan kata agrarius memiliki arti sama dengan
perladangan, persawahan, pertanian. Dalam bahasa indonesia terminologi agraria
berarti urusan tanah, pertanian, perkebunan. Dalam bahasa inggris kata agraria
diartikan agrarian yang berarti tanah dan dihubungkan dengan usaha
pertanian.
Pengertian agrarian sama dengan agrarian laws bahkan
sering digunakan untuk menunujuk kepada seperangkat peraturan hukum yang
bertujuan mengadakan pembagian tanah yang luas dalam rangka pemerataan
penguasaan dan kepemilikan tanah. Selain dari segi terminologi pengertian
agraria dapat diketemukan dalam konsiderans dan pasal-pasal dalam UUPA
(Undang-Undang Pokok Agraria). Dalam UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria)
pengertian agraria meliputi bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya. (Pasal 1 ayat 2).
Selain itu, terdapatnya pengertian agraria yang
dikemukakan oleh para ahli hukum agrarian, antara lain :
a. A.P. Parlindungan menyatakan bahwa
pengertian agrariamempunyai ruang lingkup, yaitu dalam arti sempit, bisa
terwujud hak-hak atas tanah, atupun pertanian saja, sedangkan Pasal 1 dan Pasal
2 UUPA telah mengambil sikap dalam pengertian yang meluas, yakni bumi, air,
ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
b. Drs. Sunyoto, “ Hukum agraria adalah
keseluruhan kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur agraria.
c. Prof. E. Utrecht, S.H. “menyatakan
bahwa hukum agraria adalah menjadi bagian dari hukum tata usaha negara karena
mengkaji hubungan-hubungan hukum antara orang, bumi, air dan ruang angkasa yang
melibatkan pejabat yang bertugas mengurus masalah agraria”.
d. Menurut Lemaire, ” hukum agraria
sebagai suatu kelompok hukum yang bulat meliputi bagian hukum privat maupun
bagian hukum tata negara dan hukum administrasi negara”.
e. Subekti dan Tjitro Subono, “hukum
agraria adalah keseluruhan ketentuan yang hukum perdata, tata negara, tata
usaha negara, yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air dan ruang
angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang bersumber
pada hubungan tersebut”.
Pengertian hukum agraria menurut UUPA memiliki
pengertian hukum agraria dalam arti luas, yang merupakan suatu kelompok
berbagai hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam
yang meliputi :
- - Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak
penguasaan atas tanah dalam arti permukaan bumi;
- - Hukum air, yang mengatur hak-hak
penguasaan atas air;
- - Hukum pertambangan, yang mengatur
hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh undang-undang
pokok pertambangan;
- - Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak
penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air;
- - Hukum kehutanan, yang mengatur hak-hak
atas penguasaan atas hutan dan hasil hutan;
- - Hukum penguasaan atas tenaga dan
unsur-unsur dalam ruang angkasa (bukan space law), mengatur hak-hak
penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan
oleh Pasal 48 UUPA.
Sedangkan pengertian hukum agraria dalam arti
sempit, hanya mencakup Hukum Pertanahan, yaitu bidang hukum yang mengatur
hak-hak penguasaan atas tanah.
2.
Ruang Lingkup dan Tujuan Agraria
a.
Ruang Lingkup Hukum Agraria
Hukum agraria mengatur BARAK ( Bumui, Air, Ruang
Angkasa, Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya). Bumi mencakup permukaan
bumi, tubuh bumi, serta yang berada dibawah air, air mencakup perairan
pedalaman maupun laut wilayah Indonesia, ruang angkasa mencakup ruang diatas
bumi dan air semuanya.
Hukum agraria mencakup 5 bagian, yaitu :
1. Hukum tanah
2. Hukum pertambangan :
a. Minerba (UU No 4 tahun 2009)
b. Minyak dan gas (UUNo 22 tahun 2001)
3. Hukum kehutanan (UU No 41 tahun
1999)
4. Hukum sumber daya air (UU No 7 tahun
2004)
5. Hukum pengelolaan sumber daya pesisir
dan pulau kecil
Hukum agraria dapat masuk dalam 2 ranah hukum, yaitu
:
Hukum publik : hukum agraria masuk ranah hukum
publik saat pengaturan tentang batas bangunan diruang udara
Hukum privat : hukum agraria masuk ranah hukum
privat saat penjualan tanah
b.
Tujuan Hukum Agraria
Hukum agraria mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan
hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran,
kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam
rangka masyarakat yang adil dan makmur;
2. Meletakkan dasar-dasar untuk
mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
3. Meletakkan dasar-dasar untuk
memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat keseluruhan.
Dengan adanya tujuan hukum agraria ini merupakan
sarana untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan negara sebagai mana yang
diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa indonesia.
3.
Sejarah Agraria
Sebelum
kemerdekaan
a.
Pra Penjajahan
Periode sebelum masuk ke dalam dimana Indonesia
dijajah. Pada masa ini berlaku apa yang dimaksud dengan hukum adat yang
berkenaan dengan hukum agraria.
Pada masa sebelum penjajahan, obyek dari Hukum
Agraria ada 4 (empat), yaitu :
1. Mengatur tentang tanah
Yang diatur bukan hanya yang ada di atas tanah saja
tetapi juga tang terkandung di dalam tanah juga diatur.
2. Mengatur tentang Hutan
Yang diatur tentang hutan ini ada 3, yaitu :
a. Hutan Tutupan Adat
Dalam hutan tutupan Adat ini tidak ada yang dapat
memasuki sebagai contoh berkembangnya mitos hutan itu ada penunggunya.
b. Hutan yang
digunakan secara terbatas
Hutan ini boleh diambil hasilnya seperti kayu,binatang
tetapi tidak boleh habis digunakan.
c. Hutan di dekat
pemukiman
Hutan ini dapat digunakan secara penuh.
3. Mengatur tentang air beserta isi didalam
air itu
4. Mengatur tentang benda-benda tambang
tertentu
Tambang-tambangnya masih dalam jenis tertentu atau
batu-batuan tertentu.
Selain obyek, ada juga subyek yang dapat menggunakan
dan hak yang diperoleh, yaitu :
1. Masyarakat Hukum Adat secara
keseluruhan
Masyarakat Hukum Adat ini adalah subjek yang
tertinggi dan hak yang diperoleh adalah hak ulayat yang nantinya hak ulayat ini
akan dijelaskan dalam bab tersendiri.
2. Insider
Yang dimaksud Insider ini adalah Masyarakat hukum
Adat itu sendiri. Hak yang diperoleh yaitu Hak Utama, Hak Pakai, Hak Milik.
Warga masyarakat ini hanya boleh memiliki tanah pada bagian-bagian tertentu,
yang mana tanah itu memang tidak digunakan.
3. Outsider
Outsider ini adalah masyarakat diluar Masyarakat
Hukum Adat dan hak yang diperoleh hanya memanfaatkan itu pun juga harus izin
terlebih dahulu kepada pimpinan masyarakat.
Selain itu pada masa pra penjajahan ini, terdapat
juga jenis-jenis hak dari hukum adat yang berkenaan dengan hukum agraria, yaitu
:
1. Hak ulayat dalam masyarakat hukum
adat
Hak ulayat merupakan kewenangan bersama dari seluruh
warga masyarakat atas wiayah kekuasaan masyarakat hukum adat itu (lebensraum) à
Hak Wilayah Kekuasaan.
2. Pada tataran Insider, ada tingkatan
hak-hak. Terdapatnya hak-hak khusus pada tanah, yaitu :
a. Hak Utama
Kewenangan untuk memanfaatkan, menggunakan tanah
yang baru pertama kali dibuka.
Hak utama muncul ketika orang baru dibuka tanah,
baru diberi tanah, dan pada saat reklamasi (yang sengaja dibuat oleh manusia,
tapi ada juga faktor alaminya yang membuat tanah timbul).
b. Hak Pakai
Apabila hak utama sudah intensif, maka muncullah hak
pakai.
c. Hak Milik
Apabila hak pakai sudah intensif, maka muncullah hak
milik ini.
3. Pada tataran Outsider, yaitu hak
untuk memanfaatkan.
Hanya punya hak untuk memanfaatkan, itupun harus
seijin penguasa yang punya tempat.
Outsider itu punya hak yang lemah karena dia
dibatasi, apabila ingin mengambil sesuatu dihutan atau dimana, maka dia harus
seijin penguasa setempat.
b.
Masa penjajahan
Pada masa penjajahan ini terdapat 3 (tiga) objek
hukum agraria yang banyak dikeluarkan kebijakannya, adalah :
1. Tanah
Dengan dikeluarkannya undang-undang khusus tentang
Agraria-Staatbalt-Agraria Wet.
Penjelasan :
Agraris wet ini mempunyai 5 pasal, tapi isi 5 pasal
dari agraris wet dimasukkan dalam pasal 62 RR (Reqeling Regelement) à
Undang-undang dari Hindia-Belanda, semula hanya ada 3 ayat, kemudian
ditambahkan 5 pasal agraris wet, maka total semuanya menjadi ada 8. Kemudian RR
berubah menjadi IS (Indische Staat Regeling), jadi pasal 62 RR ini berubah
menjadi pasal 51 IS.
– Terdapat 5 kebijakan dari 8
pasal tersebut :
a. Larangan bagi gubernur jenderal untuk
menjual tanah hindia-belanda, tapi negara boleh karena pada waktu itu negara
punya hak milik, maka dari itu tanahnya boleh dijual, tapi sekarang negara
tidak diberi hak milik lagi à berkaitan atau menyangkut negara.
b. Perusahaan perkebunan swasta semua
adalah orang-orang eropa, boleh menyewa tanah baik dari pemerintah maupun dari
orang-orang pribumi à berkaitan dengan perusahaan-perusahaan swasta.
c. Bahwa perusahaan perkebunan swasta
dapat memperoleh hak atas tanah yang lebih kuat untuk usaha perkebunan dengan
hak yang disebut hak erfpacht (kewenangan untuk menggunakan tanah yang
diberikan pemerintah hindia-belanda dalam bidang perkebunan, berupa hak
kebendaan bukan hak personal).
d. Mengatur larangan pencabutan hak atas
tanah, kecuali untuk kepentingan umum.
e. Normanya : memberikan kesempatan pada
orang pribumi untuk mengubah hak milik adatnya itu menjadi hak eigendom (hak
milik) agraris.
Untuk memperoleh hak eigendom ini sangat sulit,
dikarenakan prosedurnya yang sulit, yaitu pada saat mengajukan kepengadilan
negeri à setelah itu disidangkan untuk membuktikan tanah yang diubah menjadi hak
eigendom agraris itu miliknya sendiri, karena apabila tidak dibuktikan, nanti
tanahnya bisa diberikan kepada negara.
2. Hutan (Bosch à dalam bahasa belanda)
Hanya dimuat dalam Regelement, yaitu semacam
peraturan pemerintah tapi tidak setara dengan undang-undang.
3. Tambang
Yang dimuat dalam wet (undang-undang)
Hukum itu dibuat tidak lebih sebagai alat dari
seorang yang dapat mengubah jadi kebohongan-kebohongan atau seseorang yang
membuat undang-undang itu untuk kepentingan-kepentingan dari seseorang
tersebut. Sehingga dapat kita lihat tujuan dari Agraris Wet, yaitu :
1. Untuk melindungi kepentingan orang
pribumi
2. Untuk melindungi kepentingan
pengusaha perusahaan.
Pada masa penjajahan terdapat pula hal mengenai
Agrarisch Besluit sebagai salah satu bentuk peraturan pelaksanaan dari Agraris
Wet (Staatbalt 1870 No. 118). Terdapat dalam pasal 1 mengenai Prinsip
Domeinverklaring yang berisi “setiap tanah atau sebidang tanah yang oleh orang
lain tidak dapat dibuktikan sebagai tanah eigendom atau hak miliknya adalah
domein atau milik negara”. Jadi, makna dari domeinverklaring adalah untuk
memperlemah hak kepemilikan pribumi atau merugikan kepemilikan orang-orang
pribumi. Artinya disini tujuan pertanahan itu hanya untuk membohongi pribumi,
sehingga hanya dijadikan sebuah simbolis saja, karena pada faktanya bukan
memperkuat tapi malah memperlemah.
Terdapat 2 aspek dari prinsip domeinverklaring,
yaitu :
1. Keharusan setiap orang yang mengakui
punya hak atas tanah, harus membuktikan kepemilikan hak atas tanahnya itu
(eigendom).
Hal ini mengandung kewajiban yaitu dengan
membuktikan bahwa tanah itu miliknya. Adapun cara membuktikannya, dengan datang
kepengadilan, dan membuktikan juga dibuthkan alat bukti (hukum barat), yaitu
alat bukti yang tertulis.
Dari aspek ini dapat menimbulkan akibat, yaitu
karena butuh alat bukti yang tertulis, maka banyak orang pribumi yang tidak
mampu membuktikannya.
2. Dengan pernyataan karena tidak bisa
dibuktikan bahwa tanah itu miliknya, dengan begitu semua tanahnya menjadi milik
negara (Domein Negara).
Apabila nantinya tanah tersebut menjadi milik
negara, maka negara akan memberikan tanah tersebut kepada pengusaha perkebunan,
yanag notabennya dulu adalah orang-orang eropa, sehingga negara memberikan
kemudahan kepada pengusaha perkebunan untuk mendapatkan tanah, disini terlihat
adanya politik kolonial terhadap rakyatnya sendiri.
Setelah
kemerdekaan
a. Sebelum Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)
Setelah
kemerdekaan Indonesia, Indonesia menolak ketentuan-ketentuan yang ada di
Agraris wet (AG). Hal tersebut tercantum dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang
berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Hal tersebut berbeda dengan perundang-undang yang
berlaku selama masa penjajahan, letak perbedaan yang dimaksud ialah :
1. Terhadap obyek :
a. Bumi : meliputi permukaan tanah,
tubuh bumi ( apa yang ada di bawah permukaan tanah).
b. Air : meliputi air permukaan, di
darat dan di laut dan air yang ada di tubuh bumi.
c. Kekayaan Alam : air, semua hal yang
terdapat di permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi (barang tambang,barang
purbakala).
Sedangkaan dalam Agraris Wet obyeknya hanyalah
tanah.
2. Hubungan antara negara dengan obyek hukum agraria
:
Dalam UUD : bukan hak donein tetapi “ hak menguasai negara”, yang maknanya mengatur kekayaan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam UUD : bukan hak donein tetapi “ hak menguasai negara”, yang maknanya mengatur kekayaan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Agraris Wet : hak domein yaitu hak memiliki
tanah.
3. Tujuan :
Dalam UUD : tujuannya yaitu untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (terpenuhi semua kebutuhan dasar rakyat)
Dalam Agraris Wet : tujuannya ialah penguasaan tanah
untuk pengusaha tanah, sedangkan kemakmuran rakyat diabaikan.
Tetapi dalam pelaksanaan hukum, masih digunakan
ketentuan aturan-aturan pada jama belanda, karena pasal 33 ayat 3 UUD 1945
hanya mengatur hal-hal pokoknya saja dan belum dibuat undang-undang
pelaksanaannya. Tetapi diadakan penyesuaian agar tidak terjadi tabrakan dengan
tujuannya.
Bentuk-bentuk penyesuaian ialah terdapat penghapusan
lembaga-lembaga tertentu yang bertentangan dengan prinsip pasal 33 ayat 3 UUD
1945. Yang dihapus ialah :
Lembaga / hak konversi :
Kewenangan yang diberikan oleh sultan kepada
pengusaha perkebunan untuk menggunakan tanah bagi usaha perkebunan (terdapat
hanya di jogjakarta dan surakarta).
Keistimewaan hak konversi yaitu :
2/5 dari tanah yang ada di setiap desa harus
disediakan dan diberikan kepada pengusaha perkebunan.
Pengusaha mendapat sumbangan tenaga kerja cuma-cuma
selama 5 tahun.
Pengusaha perkebunan mendapat prioritas dalam
menggunakan air.
Hak konversi dihapus dengan dasar UU no. 13 tahun
1948 dan UU no. 5 tahun 1950.
Menghapus tanah partikelir dan tanah eigendom.
Karena mempunyai karakter publik, maksudnya pemilik tanah dapat memberhentikan
dan mengangkat kepala desa, memungut pajak, serta memaksa rakyat untuk kerja
paksa.
Bentuk penyesuaian lainnya ialah membentuk hukum
agraria nasional. Hal ini memakan waktu selama 12 tahun dari tahun 1948 sampai
dengan tahun 1960 dengan melalui 5 kepanitiaan.
5 panitia tersebut ialah :
Panitia yogyakarta 1945;
Panitia agraria jakarta 1951-1955;
Panitia Suwahyo (menteri agraria) 1955-1958b;
Panitia Sunaryo (menghasilakn rancangan UU) 1958;
Panitia Sujarwo ( menggodok ke DPR ) sampai UU
tersebut jadi.
b. Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)
Lahirnya hukum agrarian nasional adalah pada saat
diundangkan UU No. 5 Tahun 1960, yang dikenal dengan UUPA (Undang-undang Pokok
Agraria).
Dengan lahirnya UUPA, maka ada beberapa peraturan
perundang-undangan yang dinyatakan tidak berlaku lagi, ada 2 kelompok yaitu :
1. Pokok peraturan perundang-undangan
yang secara tegas dicabut
a. Pasal 51 IS pengganti dari pasal 62
RR
Didalamnya terdapat ketentuan-ketentuan agraris wet,
jadi agraris wet dicabut pasal 51 IS ini berasal dari pasal 62 RR (ada 3 ayat,
kemudian mendapat tambahan 5 ayat yang berasal dari pasal agraris wet).
b. Semua peraturan perundang-undangan
yang mengandung pernyataan Domeinverklaring
Dicabut karena merugikan orang-orang pribumi,
sehingga tidak cocok dengan hukum agraria.
c. Peraturan perundang-undangan mengenai
Hak Agraris Eigendom
Hak eigendom yang diberikan kepada orang-orang
pribumi sebagai bentuk konversi hak milik adat.
Hak eigendom diperuntukkan bagi orang-orang eropa,
dan agrarisch eigendom diperuntukkan bagi orang-orang pribumi.
d. Pasal-pasal dalam buku II KUH Perdata
sepanjang mengenai tanah dan hipotik tentang tanah (“lembaga jaminan” tanah
benda tidak bergerak).
2. Peraturan Perundang-undangan yang
secara diam-diam harus dinyatakan tidak berlaku atau dicabut, karena hal ini
bertentangan dengan prinsip dan semangat UUPA.
a. Ketentuan-ketentuan dalam buku II KUH
Perdata sepanjang menyangkut perjanjian-perjanjian tentang tanah.
b. Peraturan tentang larangan pemindahan
hak atas tanah dari orang-orang bumi putra ke orang-orang non bumi putra.
Dulu orang-orang bumi putra tidak boleh mengasingkan
tanah-tanah mereka ke orang non bumi putra, kecuali percampuran harta
perkawinan à Ini harus dicabut, karena bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan tersebut, karena sekarang ini WNI (Warga Negara Indonesia)
tidak lagi dikotak-kotakkan.
– Tujuan Hukum Agraria
Nasional (UUPA)
Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan
keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat
yang adil dan makmur ;
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan,
dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian
hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat keseluruhan.
Dengan mengacu pada tujuan pokok diadakannya UUPA,
jelaslah bahwa UUPA merupakan sarana yang akan dipakai untuk mewujudkan
cita-cita bangsa dan negara sebagaimana yang diamanatkan oleh pembukaan UUD
1945, Yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
Indonesia.
– Asas-asas UUPA
Dalam pasal 1 ayat 2 UUPA, asas kepemilikan hak
tertinggi dimiliki oleh bangsa indonesia. Asas tersebut disebut juga hak
bangsa. Hak bangsa adalah kewenangan dari seluruh anggota bangsa indonesia
untuk secara bersama-sama mempunyai, menggunakan, dan memanfaatkan objek hukum
agraria (BARAKA) dan untuk secara bersama-sama mengatur, selain hak bangsa juga
terdapat hak menguasai negara, dan hak ulayat.
4. Hak Atas Tanah
a. Hak Bangsa
Hak Bangsa Indonesia merupakan hak penguasaan atas
tanah yang tertinggi di Indonesia. Ini berarti bahwa hak-hak penguasaan atas
tanah yang lain, termasuk Hak Ulayat dan hak-hak individual atas tanah yang
dimaksudkan oleh Penjelasan Umum UUPA, langsung ataupun tidak, semuanya
bersumber pada Hak Bangsa.
Hak bangsa ialah singkatan dari asas prinsip
kepemilikan hak oleh bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat 2). Hak bangsa muncul
karena kewenangan dari seluruh anggota bangsa Indonesia untuk secara
bersama-sama mempunyai, menggunakan dan memanfaatkan objek hukum agrarian itu
(BARAKA) dan untuk secara bersama-sama mengatur.
Kata “Seluruh” dalam kalimat: Seluruh bumi, air dan
ruang-angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dalam
wilayah Republik Indonesia adalah bumi, air dan ruangangkasa bangsa Indonesia
dalam Pasal 1 ayat 2, menunjukkan bahwa tidak ada sejengkal tanah pun di Negara
kita yang merupakan apa yang disebut “res nullius” (tanah tak ber-“tuan”).
Hak bangsa mempunyai dua sifat, yaitu:
Bersifat sakral
Maksudnya adalah bahwa status dari BARAKA adalah
sebagai karunia tuhan dan merupakan amanah dari tuhan kepada bangsa indonesia.
Konkritnya adalah pertanggung jawaban dari penggunaan sumber daya agraria tidak
hanya kepada rakyat tetapi juga kepada tuhan.
Bersifat abadi
Maksud dari bersifat abadi adalah sepanjang bangsa
indonesia adalah subjek dan wilayah indonesia sebagai objek masih ada, maka hak
bangsa masih tetap berlangsung.
b. Hak Menguasai Negara
Hak menguasai negara merupakan hak yang bersumber
dari hak menguasai negara. Dengan kata lain hak menguasai negara bukan untuk
memiliki tapi hanya sekedar mengatur. Hak menguasi negara bersumber dari hak
bangsa. Negara itu lahir dibentuk oleh bangsa NKRI.
Ada dua macam hak menguasai negara, yaitu kewanangan
mengatur dan Kewenangan mempunyai secara bersama. Hak menguasai negara berbeda
dengan domein negara. Hak menguasai negara dalam pengertian khusus adalah
mengatur bukan memiliki. Sedangkan domein negara dalam pengertiannya adalah
memiliki. Oleh karena itu, hak menguasai negara adalah kewenangan untuk
mengatur sumber daya agraria oleh negara, hak menguasai negara bukanlah hak
untuk memiliki, namun hanya merupakan hak untuk mengatur sumber daya agraria.
Bagan :
|
|||
|
|||
|
|||
Inti : Hak menguasai negara ini berasal dan
bersumber dari kewenangan hak bangsa. Menguasai berbeda dengan domein
negara.
– Dalam UUPA kewenangan
negara adalah :
1. Mengatur dan merencanakan peruntukkan,
penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan sumber daya agraria (bumi, air, luar
angkasa).
2. Mengatur dan menetapkan macam-macam
hak atas sumber daya agraria, biasa disebut dengan hubungan hukum antara subjek
dan objek.
3. Mengatur dan menentukan bentuk-bentuk
hubungan hukum antar manusia/antar 1 orang dengan orang lainnya yang objeknya
sumber daya agraria.
Tujuan mengatur 3 aspek itu ialah, tidak boleh
menyimpang dari kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, harus menjamin
kemakmuran setiap bangsa.
– Pelaksana kewenangan hak
menguasai negara
Pada prinsip nya pelaksana kewenangan hak menguasai
negara ada pada pemerintah pusat dalam kedudukannya sebagai pelaksana
kedaulatan negara. Namun pada pelaksanaannya itu pemerintah pusat dapat di
serahkan pada pemerintah daerah (pemda) sebagai urusan otonomi dan juga bisa
urusan pembantuan atau dekonsentrasi. Tapi dapat juga diserahkan kepada
masyarakat hukum adat atau desa, dalam wujudnya otonomi yang disebut hak
ulayat.
c. Hak Ulayat
Hak Ulayat adalah kewenangan secara bersama-sama
dari seluruh warga masyarakat hukum adat yang mempunyai dan mengatur semua
objek hukum agraria yang ada di wilayah kekuasaan hukum adat.
Adapun unsur-unsur dari hak ulayat adalah :
Kewenangan yang dimiliki secara bersama-sama warga
masyarakat hukum adat, apabila ada masyarakat hukum adat, maka ada hak ulayat
begitu juga sebaliknya;
Kewenangan untuk mempunyai dan mengatur secara
bersama-sama;
Objek yang diatur yaitu objek hukum agrarian;
Batas wilayah.
Unsur dan pengertian hak ulayat hampir sama dengan
hak bangsa perbedaannya adalah hak ulayat itu dalam lingkup yang lebih kecil
yaitu masyarakat hukum adat sedangkan hak bangsa lingkupnya lebih besar yaitu
seluruh wilayah bangsa. Jadi, dapat dikatakan bahwa hak bangsa itu diadopsi
dari hak ulayat karena hak ulayat itu ada terlebih dahulu.
UUD 1945 pasal 18 B ayat 2 hasil amandemen ke-3 dari
UUD ’45, memberikan pengakuan dan penghormatan kepada masyarakat hukum adat dan
hak-hak tradisionalnya (hak ulayat).
Pelaksanaan kewenangan dari hak ulayat harus
memenuhi syarat tertentu (pasal 3 UUPA), yaitu :
Hak ulayatnya itu sendiri masih nyata-nyata ada,
masih berlangsung sampai sekarang;
Pelaksanaan kewenagan mengatur mengatur itu tidak
bertentangan dengan kepentingan bangsa dan negara;
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam pasal 5 UUPAdijelaskan bahwa pembentukan hukum
agrarian nasional harus bersumber pada hukum adat. Ada 2 fungsi hukum adat
dalam pembentukan hukum agrarian nasional, yaitu :
Sebagai sumber hukum primer, hukum adat menjadi
sumber bagi pembentukan UUPA;
Hukum adat sebagai hukum sekunder, hukum adat
sebagai sumber pengaturan aspek-aspek kehidupan pengelolaan sumber daya
agrarian yang belum diatur oleh Negara.
Syarat-syarat hukum adat yang diambil dari sumber
itu adalah norma, prinsip hukum dan lembaga hukum sedangkan syarat-syaratnya
adalah :
Tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa dan
Negara;
Tidak bertentangan denga prinsip sosialisme
inonesia;
Tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
Tidak bertentangan dengan ajaran agama.
UUPA memperbolehkan membenarkan adanya perlakuan
yang khusus bagi kelompok-kelompok yang lemah secara sosial ekonomi dijelaskan
dalam pasal 11 UUPA bahwa adanya prinsip perbedaan hukum yang berlaku bagi
kelompok masyarakat-masyarakat tertentu yang secara sosial ekonomi itu lemah
kehidupannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar